Imlek – My Story


Imlek atau Chinese New Year (CNY) merupakan salah satu moment yang penting buat keluarga saya.

Keluarga besar saya cukup “totok” untuk merayakannya setiap tahun. Sayangnya beberapa tahun terakhir ini, tradisi berkumpul ini sudah mulai menghilang, terutama setelah “po po” (nenek) meninggal.

Waktu kecil, Imlek dirayakan cukup heboh, terutama dari pihak keluarga papa, karena papa 12 bersaudara, bayangkan berapa jumlah sepupu saya. Walau gak semua ada di satu kota, tapi tetap kalo ngumpul itu rame banget. Kami gak pernah merayakan dengan makan-makan di restoran, tapi semuanya datang ke rumah saya. Soalnya papa itu adalah anak ke-4, tapi anak laki-laki paling besar.

Biasanya dari sejak malam Imlek, mama dan popoh sudah mulai masak-masak. Besoknya dari mulai pagi, saudara-saudara saya mulai berdatangan, dan kita kumpul sampai sore.

Buat anak-anak, yang paling ditunggu-tunggu tentu saja bukan acara makan-makannya, tapi acara bagi angpao nya. Setahun sekali ini lah kita mendadak jadi kaya raya. Entah mulai sejak umur berapa, saya sendiri lupa, pokoknya setiap imlek malam saya bertiga dengan adik-adik saya akan menghitung duit kita masing-masing, dan tentu akan jadi sangat heboh kalo ada salah satu yg lebih banyak/lebih sedikit, karena akan dibahas tante mana yang jangan-jangan salah masukin jumlah duit ke dalam amplop.

Ngomong-ngomong soal angpao, siapa sih yang sebenernya wajib ngasih angpao? Yaitu semua wanita yang sudah menikah. Kepada siapa aja angpao itu diberikan? Ke orang tua, dalam hal ini terutama mama. Lalu ke para senior-senior seperti kakak/adik dari orang tua kita yang perempuan, terutama mereka yang sudah sepuh. Kemudian ke anak-anak, para keponakan dan saudara kandung yang belum menikah.

Imlek ini yang paling happy biasanya anak-anak karena mereka bisa kumpul dan main dengan saudara-saudaranya. Kalau anak-anak yang lebih besar senang juga karena dapat uang banyak. Para orang tua juga senang karena bisa kumpul dengan anak cucu.
Mungkin yang agak pusing adalah para ibu yg musti siapin banyak uang untuk bagi-bagi angpao dan kirim-kirim buah/kue buat sanak saudara. Tapi over all, ini adalah moment yang berharga karena waktunya kita ketemu dan kumpul dengan keluarga besar, yang mungkin hanya ketemu satu tahun sekali.

Sayangnya semenjak popoh meninggal, keluarga besar sudah gak berkumpul lagi. Semua merayakan sendiri-sendiri dengan keluarga kecilnya.

Beberapa tahun terakhir ini, saya merayakan Imlek juga hanya dengan keluarga kecil saja. Jadi siang hari kita berkumpul di rumah mamih, bersama keluarga adik-adik saya, dan juga ada sebagian saudara yang masih kami undang untuk makan siang. Mamih masih menyiapkan banyak makanan khusus Imlek yang cuma 1 tahun sekali biasanya kita makan, misalnya haisom, sup hisit, baso ikan dll. Saya pribadi doyan sekali semua makanan itu, termasuk anak-anak juga mulai coba makanan yang agak aneh menurut mereka. Cuma suami saya yang agak stres karena gak terbiasa dengan makanan totok kaya gitu.

Nah, gimana dengan keluarga suami saya? Sama juga, mereka juga merayakan Imlek. Jadi kita bagi waktu, biasanya kami kumpul dengan semua keluarga besar dari mama mertua (karena papa mertua itu orang luar kota) pada malam hari sebelum Imlek. Bedanya, kita kumpul di restoran. Dulu, kita selalu kumpul dan makan di restoran yang sama setiap tahun, jadi kita booking beberapa meja. Yang bikin excited adalah, di sana selain kita ketemu dengan semua saudara-saudara, juga ketemu dengan keluarga teman-teman yang biasanya juga setiap tahun merayakan di restoran yang sama, restoran 2 lantai itu biasanya penuh.

Oya, ada yang menarik juga dari keluarga suami saya ini, biasanya selain orang tua, saudara sepupu, para keponakan yang berkumpul, juga mereka yang sudah punya pacar, pacarnya sudah boleh diajak, hehehe. Tapi biasanya yang berani ngajak itu yang hubungannya sudah serius, jadi di situ ajang perkenalan sang pacar dengan keluarga besar. Dan kami biasanya menyambut dengan hangat dan ramah “orang baru” tersebut. Biasanya yang sudah dibawa ke acara Imlek ini, akhirnya menikah, seingat saya gak ada yang putus setelahnya sih, hehehe. Saya sendiri sudah mulai bergabung dengan mereka ketika masih pacaran, jadi waktu menikah, saya sudah akrab dengan om tante dan semua sepupu suami saya.

Acara makan-makan biasanya diakhiri dengan acara kembang api di lapangan parkir yang luas, semua tamu kumpul di sana. Pokoknya suasana seru dan kerasa sekali perayaan Imleknya.

Tapi sayangnya, tradisi ini juga berakhir beberapa tahun yang lalu, ketika keluarga besar memutuskan untuk makan sendiri-sendiri saja dengan keluarga masing-masing. Jadi sekarang malam Imlek saya rayakan dengan keluarga suami saya, tetap makan di restoran, tapi hanya dengan papa mama mertua, keluarga adik ipar, dan ada sedikit saudara yang bergabung juga.

Hanya pas hari Imleknya, kami masih bisa ketemu dengan saudara-saudara lain, ketika berkunjung ke rumah om suami saya yang anak paling besar di keluarga mama mertua. Di situ kita berkesempatan bertemu, tapi kadang waktu kami datang, keluarga lain sudah pulang, atau sebaliknya.

Hem, saya berharap sih, semoga tradisi kumpul keluarga ini masih bisa terus berlanjut. Di jaman sekarang ini, rasanya hubungan kekeluargaan dan persaudaraan mulai memudar. Anak-anak muda cenderung memilih bersama teman-teman dibanding keluarga besarnya. Banyak yang gak lagi akrab dengan saudara sendiri. Perayaan Imlek ini menurut saya adalah satu moment yang bisa dipakai untuk mempertemukan keluarga besar, supaya setidaknya mereka tahu siapa saja saudara mereka. Saya ingin anak-anak tetap belajar tata krama ketika bertemu dengan saudara yang beda generasi, belum lagi dalam bahasa mandarin itu banyak sebutan yang berbeda-beda dalam hubungan keluarga, yang pasti bikin mereka bingung kalau tidak dipraktekan langsung.

Intinya, setiap perayaan Imlek selalu merupakan “sweet memory” kebersamaan saya bersama saudara-saudara, khususnya dengan para sepupu saya, yang sekarang banyak yang sudah tinggal jauh atau jarang ketemu. Bahkan para sepupu dari suami saya juga. Miss all of them.  Harapan saya semoga suatu waktu di perayaan Imlek kemudian hari, kita dapat kembali berkumpul bersama dengan anak-anak kita, bahkan sampai cucu-cucu (jauh bener mikirnya).

Selamat Tahun Baru Imlek
Happy Chinese New Year
Gong Xi Fa Cai Xin Nian Kuai Le, Wan Shi Ru Yi, Sui Sui Ping An, Nian Nian You Yu

 

Share this post

Share on facebook
Share on twitter
Share on pinterest

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Family

Valentine – Our Story

“Mom, who is your valentine?” Ini pertanyaan diajukan oleh anak bungsu saya yang kelas 3 SD di Hari Kasih Sayang. Valentine Day. Saya lebih suka

Read More »