Tebing Keraton dan Gerhana Matahari – 9 Maret 2016 (diary)

Tanggal 9 Maret 2016 adalah hari libur nasional dalam rangka Hari Raya Nyepi. Hari itu saya berencana untuk pergi main dengan our family friends, itu sebutan untuk teman-teman saya dan anak-anaknya, dimana kami sudah berteman sejak masih pacaran sampai masing-masing sudah punya anak. Kalau ada kesempatan kami masih suka ngumpul atau pergi main bareng.

Rencananya kami mau pergi ke Tebing Keraton, sebuah tempat yang cukup baru di daerah Dago Pakar. Katanya kalau ke sana lebih bagus pagi-pagi sekali, waktu matahari baru terbit. Jadi semula kami rencana sampai sana pagi. Tapi ternyata, tgl 9 Maret ini juga terjadi peristiwa yang langka, yaitu gerhana matahari sebagian, yang menurut jadwal, Kota Bandung mengalami gerhana mulai sekitar pukul 6.20-8.30 WIB

Karena takut gelap, jadi keberangkatan diundur. Tapi ternyata keadaan gerhana sebagian ini sama sekali gak gelap, cuma kaya pagi mendung aja. Lingkaran matahari yang tertutup sebagian membentuk seperti bulan sabit, bagus.

image

Perjalanan menuju Dago Pakar lancar, hanya 30 menit dari pusat kota Bandung. Kalau musim liburan, macet, bisa 1-2 jam baru tiba di tujuan.

Sebelum ke Tebing Keraton, kami berkumpul dulu di Taman Hutan Raya (THR) Juanda. Di parkirannya ada 2 tempat makan yang kelihatannya lagi happening juga yaitu Warung Inul yang menjual makanan Sunda dan CAFE ARMOUR yang jual cemilan (singkong, pisang goreng, dll) dan minuman buat ngopi.

Untuk ke Tebing Keraton sepertinya bisa juga masuk melalui THR dengan jalan kaki, tapi kemungkinan itu akan jadi long hiking karena jaraknya jauh.

Jadi kami pergi naik mobil kira-kira 10 menit sampai tempat parkir para pengunjung yang mau masuk ke Tebing Keraton. Mobil masih belum bisa masuk ke sana karena jalanan yg sempit dan menanjak. Jadilah setelah parkir mobil, kami harus melanjutkan dengan berjalan kaki.

Perjalanan ternyata cukup jauh, tapi engga terlalu sulit karena jalannya sudah dibeton. Sepanjang awal perjalanan banyak tukang ojek yg menawarkan tumpangan dengan harga mulai dari Rp 50.000, makin mendekati tujuan, harganya makin murah sampai jadi Rp 15.000. Mereka bilang kalau jalan kaki akan lama dan jauh sekali. Tapi ternyata setelah dijalani, memakan waktu yang gak selama yang dibayangkan. Dengan jalan yang santai dan sempat berhenti-berhenti buat jajan di warung yang banyak di sepanjang jalan, akhirnya memakan waktu kira-kira 45 menit.

Kalau saya perhatikan, yang naik motor ke sana malah agak berbahaya karena bagian atas itu jalannya masih banyak batu/pasir sehingga mudah untuk motor menjadi “selip”.

Sesampainya di sana, kami harus bayar karcis masuk Rp 11.000 / orang.. Itu sudah termasuk tiket terusan untuk bisa masuk ke beberapa area lain.

karcis THR

Area Tebing Keraton ternyata gak terlalu luas. Di tengah-tengah dibangun semacam menara dari kayu untuk kita bisa naik lebih tinggi dan melihat pemandangan kota dari atas.

Nah, tebing keraton nya sendiri, saat ini ternyata sudah dipagari, tujuannya tentu untuk menjaga yang mau foto-foto di atas tebing supaya gak jatuh ke “jurang” di sekeliling tebing. Tapi akibatnya, jadi kurang bagus untuk difoto karena adanya batas pagar tersebut. Jadi bayangan untuk bisa posting foto kaya orang-orang sepertinya gak bisa deh, hiks.

Di sana gak terlalu lama karena gak terlalu banyak juga spot yang bisa buat foto, di samping banyak orang juga. Jadi setiap foto-foto sering ada penampakan orang lain yg keikut di foto.

Perjalanan turun ke parkiran tentu kerasa lebih cepat karena jalan menurun, dan yang pasti kita dah tau kurang lebih jaraknya. Yang pasti kalo ke sana, gak bisa bawa orang tua deh.

Oya, tapi ada yang amazing, sewaktu jalan naik tadi, pas kita lagi agak kepayahan, tiba-tiba kita liat ada nenek udah tua banget lagi jalan di tepi jurang, sambil kumpulin kayu bakar. Kayu bakar semua ditaruh dipunggungnya, diikat kain. Keliatannya nenek itu pekerjaannya setiap hari seperti itu. Jadi dia naik turun tebing sambil gendong kayu bakar, sementara badannya udah bungkuk, kakinya kurus sekali, pokoknya kaya tua banget lah. Tapi dia santai aja keliatannya, gak ngos-ngosan dan keringetan kaya kita-kita. Sayangnya, gak ada dari kita yang sempat foto si nenek. Kalau engga, bisa jadi hasil fotografi yang bagus banget, foto nenek di pinggir jurang, dengan pemandangan hutan dan gunung, di jalan menanjak. Kebayang kan kerennya? Bisa diikutsertakan lomba. Jadi menyesal.

Coba deh yg mau ke sana, sambil lihat-lihat siapa tau ketemu si nenek lagi. Hehe.

Share this post

Share on facebook
Share on twitter
Share on pinterest

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *